Sunday 2 September 2018

Sincerely, Don Part 4

Hari kedua New York memiliki matahari.

Kaira baru saja selesai menyuapi Diana makan bubur, adiknya kembali terlelap karena dokter memberikan obat tidur padanya. Diana tidak bisa bergerak terlalu sering karena jantungnya lemah jadi dokter membiarkan gadis itu tidur sambil menunggu waktunya operasi - yang Kaira sendiri tidak tahu kapan.

Kaira kembali berjalan-jalan di taman rumah sakit, suasana disana menenangkan. Beberapa burung bersahutan dan lagi-lagi Kaira memilih angsa palsu itu sebagai objek favoritnya meskipun sebenarnya dirinya hanya terdiam memikirkan hal lain.

Kali ini pikirannya semakin berat, ia adalah seorang pengangguran dengan beban biaya rumah sakit yang harus ia bayar setiap seminggu sekali. Entah harus membayar dengan apa.

"Hari pertama sebagai pengangguran ?"
"Alex..."
"Bagaimana dengan lukamu ?"
"Aku baik-baik saja..."

Alex menatap arah Kaira membuang pandangan, lagi-lagi angsa itu lebih menarik perhatian Kaira daripada dirinya.

"Beberapa bulan lalu ayahku meninggal..."
"Oh... aku turut berduka cita..."
"Bukan itu yang ingin aku bicarakan..."
Kening Kaira mengernyit "Jadi ?"

"Ayahku meninggalkan kantor dalam keadaan sibuk, bahkan ia tidak memberikanku seorang sekretaris yang bisa membantu" ujar Alex lagi, Kaira menoleh dan masih belum mengerti.

"Well, bisakah kau membantuku di kantor sebagai sekretarisku ? Hmm aku akan membayar gajimu dengan layak" Ucap Alex sambil menatap angsa palsu itu. Kaira melebarkan matanya dengan tidak percaya.

"Kau serius ?"
"Aku tidak pernah bercanda saat berbicara mengenai pekerjaan"
"Alex... aku..."
"Tidak berat, kau hanya perlu menyusun beberapa file, menyiapkan bahan rapatku, dan mencatat beberapa hal..."
Gadis itu tersenyum, "Terima kasih..." Kaira menitikan airmatanya.
"Berhentilah menangis, aku tahu kau memikirkan itu..."
Kaira menatap sepasang angsa palsu itu kembali, kali ini sambil tersenyum.

Kaira menatap Alex sekali lagi, lalu mengulurkan tangannya, Alex menjabatnya dengan perasaan bingung. "Namaku Kaira... Kaira Johnson..." Alex tersenyum kearahnya.

**

Hari ini Alex meminta Kaira untuk datang ke kantor, gadis itu sempat bingung dengan apa yang harus ia kenakan. Pekerjaannya selama ini tidak mengharuskannya mengenakan kemeja sopan. Baju-bajunya hampir semua kekurangan bahan - mengutip kalimat Diana.
Tidak terlalu melelahkan, ia hanya duduk di depan ruangan Alex dan mengetik jadwal rapat. Alex mengatakan ia sibuk dikantor tapi pada kenyataannya Alex tidak melakukan apa-apa.

Alex hanya memiliki beberapa rapat di akhir pekan yang beberapa diantaranya juga hanya diwakilkan oleh wakil direktur. Sedangkan Alex sendiri hanya duduk di ruangannya, sesekali memanggil Kaira masuk dan memberitahu apa yang harus ia kerjakan. Itu pekerjaan mudah.

"Kerumah sakit ?" pertanyaan itu cukup membuat Kaira terkejut.
"Ya..." jawab gadis itu singkat sambil tersenyum.

Hari ini beberapa kali Alex melihat senyum manisnya, Kaira terlihat sedikit bahagia meskipun Alex tahu bahwa Kaira masih memikirkan biaya operasi adiknya.

"Aku juga akan kerumah sakit, menengok ibuku"
"Ibumu sakit ?"
Alex tertawa kecil "Jadi kau tidak tahu bahwa ibuku adalah dokter kepala dirumah sakit ?"
Kaira mengernyitkan dahinya "Benarkah ?"

Alex mengangguk, "Dan malam ini ibuku pasti akan kesepian karena kedua pelayan dirumah akan pulang"
"Kau tidak tinggal bersama ibumu ?"
"Kau pikir aku masih kecil ? Tentu saja tidak. Aku tinggal di apartemenku dekat dengan kantor"

"Oh..."
"Dan seharusnya kau tidak memanggilku dengan nama Alex... Tapi Pak, atau tuan..."
"Maaf..."
"Aku bercanda. Kau tegang sekali"
"Aku tahu selisih usia kita berbeda beberapa tahun, jadi memang seharusnya aku memanggilmu..."
"Beberapa tahun ? Aku tiga puluh dua tahun"

Kaira membesarkan matanya "Benarkah ?"
"Apa maksudmu menatapku seperti itu ?"
Kaira menelan ludah dengan canggung "Tidak... maaf..."

"Ah waktuku akan habis jika harus mendengarkan maafmu... ayo, aku lapar sekali" Alex menarik pergelangan tangan Kaira dengan lembut, gadis itu hanya mampu menatapnya sambil berjalan mengikuti langkah Alex.

**

"Tadi dokter datang dan menanyakan tentang operasi Diana..."
Mata Kaira berubah sendu, "Aku akan memikirkannya..." ucap Kaira, menatap Diana yang sedang tertidur lalu berjalan keluar.

Ia duduk di depan kamar diana. Ia menatap bulan yang cerah, berwarna kekuningan memancarkan sinar yang kemudian berubah menjadi buram. Airmatanya menetes, sangat deras hingga ia tidak mampu menghapusnya lagi dan berlari kearah taman yang gelap namun terangi beberapa lampu disekitarnya. Ia tidak bisa melihat sepasang angsa palsu dengan jelas.

"Maafkan aku, bu..." bisiknya serak.

"Kau disini ?" suara Alex mengejutkannya.
Kaira dengan cepat menghapus airmatanya, berusaha menyembunyikan kesedihannya lalu memaksakan seulas senyum kearah Alex.
"Pantas saja dokter tidak bisa mencarimu..."
"Ada apa ?"
"Tadi dokter mengatakan bahwa adikmu akan di operasi besok pagi..."
Kaira terkejut.
"Bagaimana..."
"Kaira, sekarang kau adalah salah satu karyawanku dikantor. Lalu kau tidak meminta bantuanku. Dan aku harus menemui dokter itu sendiri dan mengatakan bahwa biaya operasi sudah lunas..."

Alex tidak mampus melanjutkan kalimatnya karena Kaira sudah memeluknya dengan sangat erat.
"Terima kasih Alex... Terima kasih..." bisiknnya pelan, airmata Kaira sudah membanjiri kemeja Alex namun pria itu senang.

Kaira melepas pelukannya dengan canggung "Maaf..."
"Maaf lagi ?" Alex memegang wajah Kaira dengan kedua telapak tangannya.
"Aku tidak mau melihat airmatamu lagi, Kaira..." bisik pria itu, dengan lembut mendaratkan ciuman lembut pada kening Kaira.

-BERSAMBUNG-

Sincerely, Don Part 3

"Tujuh puluh juta dollar ? Apa kau gila ?! Tentu saja aku tidak bisa memberikannya. Lagipula kau pikir uang darimana ? Kurasa jika kau bekerja padaku seumur hidupmu pun tidak bisa kau membayarnya" celoteh Poppy panjang lebar ketika Kaira berniat meminjam sejumlah uang padanya.

Kaira tahu, itu hal yang sangat mustahil. Namun saat ini, apalagi yang mampu ia pikirkan ?

"Begini saja, aku akan menjualmu kepada pria kaya raya yang kemarin kubicarakan padamu. Bagaimana ?"
"Aku harus memikirkannya"
"Ya, dan setelah kau selesai berpikir maka adikmu yang sakit-sakitan itu sudah mati" Lalu Poppy meninggalkannya. Kaira meneteskan airmata putus asa, ia gagal.

Lalu apa yang harus ia lakukan untuk mendapatkan uang itu ? Operasi transplantasi jantung Diana baru akan dilakukan setelah Kaira membayar biayanya, setidaknya Kaira memiliki dua puluh juta sebagai uang mukanya.

Pikiran yang berkecamuk membuatnya beberapa dimarahi oleh pelanggan, ia sungguh tidak bisa bekerja dengan baik sehingga Poppy menyuruhnya pulang dan beristirahat.
Langkahnya tertatih menuju kamar Diana, gadis itu tak henti-hentinya menangis memikirkan bagaimana caranya agar operasi Diana cepat dilakukan.

"Bagaimana ? Apakah kau mendapatkan uang ?" tanya nenek George pada Kaira, gadis itu menggeleng dengan perasaan kecewa diikuti oleh tatapan nenek George yang merasa kasihan padanya.

"Begini saja, aku memiliki tabungan sekitar sepuluh juta..."
"Tidak, itu tabunganmu seumur hidup, nek. Aku tidak akan mengambilnya"
"Kau bisa membayarnya jika nanti memiliki uang"
Lagipula Kaira tidak akan memiliki uang sebanyak itu, pikirnya pahit.

Kaira hanya menggeleng "Aku akan mencari uang itu..." bisik Kaira, bahkan tubuhnya terasa sangat lelah memikul beban yang selama ini harus ia tanggung sendiri itu.

Bersamaan dengan itu, hujan kembali turun. Kota New York kembali basah, kali ini basah oleh airmata Kaira.

**

"Kau... sakit ?" ucap seseorang yang berdiri menjulang tepat dihadapan Kaira, gadis itu terkejut karena tidak menyadari sejak kapan laki-laki itu sudah berdiri dihadapannya.

"Ti... tidak" jawabnya dengan perasaan kaget, ia menatap laki-laki dihadapannya, laki-laki yang sama yang kemarin membantunya berdiri ketika hampir terjatuh.

"Aku Alex..." laki-laki itu mengulurkan tangannya, berharap Kaira membalasnya namun tatapan gadis itu hanya kosong.
"Hey..." ujar laki-laki itu, sekali lagi menyadarkan Kaira "Kau mendengarku ?"
"Bisakah kau tidak menggangguku ?"

"Oh, hanya mengingatkan, namaku Alex" lalu laki-laki bernama Alex itu duduk disamping Kaira dan gadis itu hanya diam tak membalasnya.

"Masih kuliah ?" tanya Alex sekali lagi, Kaira mengangguk pelan tanpa suara. Alex menganggukan kepalanya, seolah ia mengerti mungkin gadis itu memang butuh berpikir.

"Gadis dikamar itu adikmu ?"
"Ya..."
"Hmm, sakit apa ?"
"Jantung..." jawab Kaira pendek, suara beratnya mewakilkan bagaimana perasaannya saat ini. Alex menatapnya iba.
"Dia pasti sembuh..."
"Ya, jika ia dioperasi atau ada orang gila yang rela memberikan jantung padanya" jawab Kaira putus asa.

Alex terdiam. Ia tidak tahu harus melakukan apa.

**

Alexander Donovan, pengusaha kaya yang merupakan putra satu-satunya dari pengusaha ternama Christian Donovan yang namanya sempat dibicarakan banyak orang di kota itu karena beberapa perusahaan besar yang dikepalainya banyak mencapai kesuksesan. Menjadi putra seorang Christian Donovan cukup sulit, Alex yang tampan dan dikelilingi banyak wanita tidak bisa jatuh cinta. Sekali ia jatuh cinta maka ayahnya yang memiliki banyak pengawal itu akan mengikutinya kemanapun ia pergi.

Dan tahun ini adalah tahun terberat baginya karena ayahnya yang diktator itu baru saja meninggal. Meninggalkan ia dan ibunya, meninggalkan beberapa perusahaan yang harus diurus olehnya sekaligus meninggalkan beban berat yang harus ditanggungnya seumur hidup.

Ibunya seorang dokter kepala dirumah sakit, berjalan-jalan disekitar rumah sakit adalah hobinya. Ia suka suasana rumah sakit, setidaknya ia tidak perlu memasang wajah keras seperti jika sedang berada di kantor.

Dan dirumah sakit ia begitu banyak melihat orang-orang yang bisa bersyukur, mengingat masalalunya yang gelap Alex merasa sangat perlu melihat kehidupan dirumah sakit ini.

Dan pelajaran yang ia dapatkan selanjutnya adalah Kaira, gadis murung yang ia temui dua hari lalu di rumah sakit ini. Pertama kali Alex melihatnya menangis, pria itu merasa bahwa Kaira membutuhkannya, Alex sangat ingin menjaganya.

"Kau tidak ke kantor ?"
"Tidak. Untuk apa ? Aku tidak melakukan apa-apa disana"
"Lalu apa yang kau lakukan disini ?"
"Tidak ada"
"Jangan suka melakukan hal sia-sia seperti ayahmu"
"Dan ibu mencintainya apa adanya"
"Dan jangan kau mencintai wanita yang menerima sifatmu ini"
Alex tertawa kecil.

"Aku ingin seperti ayah, melakukan apa saja demi kita, demi aku dan ibu"
"Ayahmu yang bodoh itu terlalu banyak melakukan hal sia-sia"
"Ibu terlalu banyak megoreksi kesalahan ayah, padahal ayah banyak melakukan kebaikan"
Ibunya tak menjawab, hanya berlalu sambil mengambil jas putih yang tersampir dikursi dan keluar dari ruangan itu. Hari ini adalah jadwal keliling.

Alex keluar dari ruangan ibunya, berjalan-jalan di taman menikmati kicauan burung dipagi hari yang cerah tanpa hujan itu. Akhirnya New York memiliki matahari hari ini.

Dari kejauhan, seorang gadis yang tak asing baginya sedang duduk sambil menatap sungai kecil yang mengelilingi taman di area rumah sakit itu. Kaira seolah tidak mau menyia-nyiakan sepasang angsa hiasan yang tertiup angin disungai itu. Bukan pemandangan menarik, Alex tahu gadis itu bukan sedang tertarik pada sepasang angsa itu, namun Kaira sedang memikirkan nasib buruknya.

"Kau disini ?"
"Oh...ya..."
"Tidak kerja ?"
"Nanti malam"
"Apa pekerjaanmu ?" tanya Alex dengan santai, Kaira hanya menatapnya.
"Resepsionis... hotel" jawab Kaira terbata-bata, tentu saja gadis itu tidak boleh mengatakan apa pekerjaannya yang sebenarnya.
"Oh..."

Kaira kembali menatap sepasang angsa palsu disungai itu, "Ayahku bilang, berbahaya jika meletakan angsa sungguhan dirumah sakit. Pasien akan berteriak ketakutan jika angsanya mengejar..." lalu Alex tertawa, Kaira tetap diam tak mengerti apa yang perlu ditertawakan. Beberapa saja kemudian Alex berhenti tertawa ketika menyadari bahwa Kaira terlihat tidak tertarik pada ceritanya.

"Lalu, apakah sudah ada yang akan mendonorkan jantungnya untuk adikmu ?"
Kaira menggeleng "Kau pikir orang gila mana yang akan memberikan jantungnya ketika ia masih hidup ?" lalu gadis itu tertawa kecil, tertawa kosong yang menyisakan perih dihati Alex, tertawa palsu yang tidak sampai pada matanya.

"Lalu pilihan lainnya adalah operasi ?"
Kaira menoleh kearah Alex "Ya. Hanya itu jalan satu-satunya..."

**

"Aku bosan di pub seperti itu, wanita murahan ada dimana-mana namun aku tidak tertarik pada mereka..." ujar Ben pada Alex yang duduk disisinya. Ben adalah sahabat dekat Alex, pria itu memang lelaki hidung belang yang sering berganti-ganti pasangan. Alex bisa mengenal beberapa gadis karena Ben, dan pada akhirnya Alex berakhir di kamar hotel bersama salah satu wanita murahan yang menggodanya.

Ya, Alex beberapa kali melakukan One Night Stand di beberapa hotel berbintang.

"Oh, lalu ini tempat apalagi ?"
"Teman-temanku mengatakan bahwa gadis disini cantik-cantik..."
"Aku sedang tidak tertarik melakukan ini, kau saja"
"Ikutlah, kau tidak akan menyesal"
Tentu saja Alex akan menyesal, hatinya sudah terpaut oleh si murung Kaira, tidak ada keinginannya untuk melakukan hal bodoh dengan wanita lain hanya karena nafsu sesaat.

Lagipula bagaimana mungkin ia melakukan hal itu dihotel ini ?
Ini adalah salah satu hotel miliki ayahnya, mau ditaruh dimana wajahnya jika karyawan hotel mengenalnya sebagai pewaris hotel dan melakukan One Night Stand dengan karyawannya sendiri ?

**

Dengan langkah gemetar Kaira berjalan kearah Poppy, wanita itu memiliki ruangannya sendiri diujung lobby.

"Poppy... aku mau bicara"
Poppy mengikuti Kaira, sedangkan Kaira sendiri sangat bingung bagaimana cara mengatakannya.

"Aku... aku menerima tawaranmu... kemarin" ujarnya terbata-bata. Poppy tersenyum licik, wanita itu seperti memiliki rencana lain yang tentunya tidak diketahui oleh Kaira.

"Bagus, bersiaplah di kamarmu, dia akan datang malam ini..." lalu Poppy meninggalkannya begitu saja.

**

Kaira menatap pria itu tersenyum kearahnya, kali ini ia merasa takut. Ia akan melepaskan segalanya malam ini, termasuk harga dirinya. Demi Diana, Kaira memejamkan mata.

"Kau takut ?"
Kaira terdiam, ia menelan ludah dengan berat sambil meremas tangannya sendiri.
"Aku belum pernah melakukannya" ujar Kaira terlalu jujur.
"Aku tahu, maka aku membayar mahal untukmu"
Kaira kembali menelan ludah.

Pria itu mendekat kearahnya, ribuan bayangan mengerikan memenuhi pikiran Kaira, airmatanya menetes. Ia kembali memejamkan matanya membayangkan bahwa Diana harus sembuh. Ia akan melakukan apa saja demi adiknya.

Kaira terisak, pria itu mendekatinya lalu merangkulnya.
"Tidak usah takut, aku tidak akan menyakitimu selama kau melakukan apa yang kusuruh"
Kaira membiarkan laki-laki itu mencium bahunya, lalu berpindah ke lehernya dan "Brak..." ia mendorong laki-laki itu hingga terjatuh.

"Beraninya kau..." pria itu marah, Kaira dengan cepat berdiri dan berusaha lari dari ruangan itu namun langkahnya kalah cepat dengan laki-laki yang secepat kilat terlihat buas dihadapannya itu.

"Kau pikir kau bisa lari dariku ?"

Plak !! Tamparan keras mendarat di pipi Kaira, sangat keras hingga hidung dan bibirnya berdarah.

"Maafkan aku... aku tidak bisa melakukannya..."

Plak !!! Tamparan kedua kembali mendarat dipipi yang sama. Kali ini cukup membuat Kaira pusing.

"Akan kubunuh jika kau... Aaaaaakkkk" Kaira menendang kejantanan laki-laki itu cukup keras hingga ia terjatuh dan tak mampu berdiri.

Kaira berlari keluar, secara tiba-tiba ia tidak tahu harus lari kemana namun kemudian Poppy menangkapnya.

"Mau kemana kau ? Apa yang kau lakukan ?" teriak Poppy sambil menarik pergelangan tangan Kaira, Poppy menyeretnya kearah ruangan itu lagi dan Kaira berharap ia mampu menendang Poppy juga, namun kepalanya pusing.

"Aku tidak bisa melakukannya !"
"Bodoh ! Dia sudah membayar mahal untuk tubuhmu !"
"Tolong aku, aku tidak bisa melakukannya !" secara mendadak Kaira tidak memiliki tenaga lagi.

Satu sentakan mampu menarik Kaira dengan kuat, gadis itu menatap kearah seseorang yang kini sudah berada tepat didepannya, seolah melindungi dirinya agar Poppy tidak bisa lagi meraihnya.

"Alex..." bisiknya pelan, Alex hanya menatapnya iba.

"Siapa kau ?"
"Kau yang siapa ? Beraninya kau merusak reputasi hotelku dan melakukan hal kotor disini !" teriak Alex seolah menggema, membuat semua orang menatap kearahnya.
"Kau..."
"Alexander Donovan ! Kau tidak mengenalku ?" jawab Alex dengan keras.

"Tapi dia bekerja untukku..."
"Bekerja untukmu ? Kupastikan besok pagi kau akan mulai tidur di penjara bersama para gadis murahan itu" Alex lalu merangkul Kaira pergi dari tempat itu.

**

Kaira hanya diam selama perjalanan.
Gadis itu hanya beberapa kali menitikan airmatanya dan berusaha menghapusnya.

Beberapa saat kemudian Alex menepikan mobilnya, ia menatap Kaira dengan perasaan sakit. Alex mencari kotak obat dimobilnya, lalu membantu Kaira mengobati lukanya.

"Ssshhhh..."
"Aku tahu ini sakit..." Ucap Alex pelan, "Ssshhhh..." Kaira berusaha menahan sakit di bibirnya yang pecah.
Alex menatapnya dalam-dalam "Kau tidak perlu melakukannya..."

"Aku sering melakukannya..." Kaira menelan ludahnya, seolah ia baru saja mengatakan hal paling memalukan dalam hidupnya.
"Pekerjaan itu ?"
"Ya, selama empat tahun ini..."
Alex menghela nafas, ia kembali mengobati luka Kaira "Dan mulai sekarang kau tidak akan melakukannya ?" tanya Alex meyakinkan gadis itu.

"Aku tidak tahu"
"Kaira, kau tidak boleh melakukannya lagi..."
"Tapi adikku membutuhkan uang..." suara Kaira berubah serak lalu airmatanya kembali menetes, berubah menjadi aliran dipipinya dan Alex memelukannya. "Aku tidak tahu harus melakukan apalagi..."

"Sshhhh... aku mengerti... aku mengerti..."

Selama beberapa saat Alex memeluknya, Kaira akhirnya berhenti menangis.

"Bajumu basah..."
"Tidak apa-apa..." lalu Alex tersenyum.
Kaira tersenyum malu kearahnya "Maaf..."
"Untuk apa ?"
"Karena aku mengatakan bahwa aku bekerja sebagai resepsionis dihotel itu... maksudku hotelmu..."
 bisiknya kemudian.

-BERSAMBUNG-

Sincerely, Don Part 2

Kaira Johnson menelusuri jalan setapak, ia hampir pingsan kedinginan karena kopi ditangannya nyaris menjadi es. Percuma, New York sedang tidak bersahabat baik dengannya.
Ia benci hujan, apalagi udara dingin.
Namun ia tidak boleh tinggal saja dirumah, jika ia tidak pergi malam ini maka besok bagian keuangan akan berteriak memanggil namanya karena ia sudah menunda pembayaran semester selama tiga bulan.

Ia harus dapat uang malam ini, meskipun tidak banyak setidaknya ia sudah memiliki uang itu. Ia harus ikut ujian kali ini dan ia sendiri yang harus membayar segalanya.

Biaya kuliah, biaya flat kecil yang ia tempati, biaya obat Diana, dan biaya mereka berdua sehari-hari.

Diana adalah adiknya, sebut saja begitu. Kaira selalu mengatakan hal itu pada semua orang, meskipun secara teknis Diana adalah adik angkatnya. Beberapa teman mengatakan bahwa ayah dan ibunya adalah merupakan pasangan yang tidak sadar bahwa Kaira sudah sangat kesusahan membiayai dirinya sendiri.

Kaira yang baru menginjak usia dua puluh tiga tahun harus dibebani membiayai hidupnya sendiri dan Diana yang sakit-sakitan sejak kecil, sejak ayah mengadopsinya dari rumah sakit tempatnya bekerja.

Dan besok pula adalah ulang tahun Diana, Kaira menantikan hari itu untuk memberikan hadiah pada adik kesayangannya itu namun juga hari yang paling ia takutkan. Tepat dihari ulang tahun Diana dua belas tahun yang lalu ayahnya ditembak mati oleh perampok. Meskipun semua orang mengatakan bahwa ayahnya tidak berguna, Kaira tetap menyayanginya. Ia berpikir jutaan kali untuk membenci ayahnya, dan ia tidak bisa.

Sekitar empat tahun yang lalu salah satu temannya mengatakan bahwa ia bisa menghasilkan uang dengan cara mudah, namun tetap saja itu sulit baginya. Kaira memiliki prinsip kuat untuk tidak menjual tubuhnya begitu saja demi uang, namun semakin lama hal itu dirasa sulit.

Dalam dunia malam, menjadi pelacur saja sudah sulit, banyak gadis yang lebih pintar mencari laki-laki hidung belang untuk tidur dengan mereka namun Kaira hanya menggunakan mulutnya bukan tubuhnya.

Kaira menatap Diana yang sedang terlelap pulas dikamarnya. Beberapa saat kemudian gadis itu terbangun, suara hujan diluar membangunkannya.
"Kau sudah bangun ?"
"Kau baru pulang ? Diluar sangat dingin"
"Ya, ini obatmu."
Diana menatap bungkus plastik obat ditangan Kaira dengan iba.

"Jangan mulai dramamu, minumlah obat ini dan tidur. Bukankah kau mau sembuh ?" desak Kaira dengan nada galak yang dibuat-buat, lalu gadis itu tersenyum teduh kearah Kaira "Kau mau membantuku, bukan ?"
"Ya, suatu saat aku ingin bekerja dan membantumu meringankan beban"
"Minum obat ini dan istirahatlah, itu sudah membantuku" lalu KAira berlalu dari kamar itu.


**

"Kaira, semakin sulit mempertahankanmu disini. Mereka sudah mulai bosan dengan caramu melayani mereka" desak Poppy. Sebut saja ia adalah manager Kaira ditempat itu.

Hotel Venus memiliki 25 lantai, dan disetiap lantai mereka memiliki sepuluh kamar spesial yang menyediakan wanita malam untuk menemani para lelaki hidung belang dan hanya Kaira yang memiliki cara berbeda dalam melayani pria. Beberapa pria mau memakainya karena gadis itu memiliki wajah yang cantik, dengan harapan jika Kaira akan memperbolehkan mereka melakukan hal yang lebih namun Kaira tidak pernah tergoda.

Poppy menatap gadis malang yang duduk tanpa jawaban di hadapannya, "Jika kau mau, mungkin kau bisa keluar dari sini dan hidup lebih dari cukup"
"Bagaimana caranya ?"
"Ada seorang laki-laki mapan yang bersedia membelimu dengan harga tinggi namun dengan syarat yang lumayan berat bagimu..." ujar Poppy lagi. "Bagian wanita disini syarat itu tidak terlalu sulit, aku tidak mengerti ada apa denganmu Kaira" lanjut Poppy lagi.

Kaira terdiam.
Membeli dirinya ? itu berarti Kaira harus bersedia jadi budak pria itu seumur hidup ? Tentu itu hal yang sulit. Bagaimana jika pria itu merupakan pria hidung belang yang memiliki kelainan dalam melakukan hubungan ? Bagaimana jika pria itu kasar ? Jika pria itu sudah membelinya itu berarti Kaira harus melakukan apapun yang diperintahkan padanya ?

"Pikirkanlah lagi, aku memberimu waktu seminggu dan jika kau menolak maka aku tidak memiliki pilihan lain selain membuangmu dari sini"
"Poppy apakah kau tidak bisa..."
"Tidak bisa Kaira, empat tahun sudah cukup kau mengabdi bagai biarawati mempertahankan keperawananmu disini" ujar Poppy dengan cepat.

Ya. Semua orang di tempat itu memberikan predikat biarawati pada Kaira karena gadis itu masih perawan. Poppy memang sudah sangat baik padanya, selama empat tahun Poppy memberikannya kamar spesial dengan bayaran yang cukup untuk menghidupinya dan Diana serta membiayai kuliahnya.

Tapi jika Kaira menolak tawaran itu maka ia harus segera angkat kaki dan menemukan pekerjaan baru. Pekerjaan apalagi ? Pelayan restoran adalah satu-satunya pilihan, ia tidak akan sanggup membiayai kuliahnya apalagi memberli obat Diana.

**

"Kaira... apakah kau akan berubah pikiran jika aku memberikanmu uang lebih ?" Andreas tidak henti-hentinya berceloteh sambil menghisap buah dada Kaira bergantian.

"Sudahlah, pikiranku tidak akan berubah atau aku akan menggigitmu lagi jika kau tidak mau diam !" Kaira mengeratkan genggamannya pada kejantanan Andreas, seolah itu sebuah peringatan berbahaya.

"Suatu saat kau akan bertekuk lutut padaku, kuharap begitu" ucap Andreas lagi, Kaira menghisap kejantanan pria itu tanpa jawaban. Ia hanya mengijinkan Andreas untuk menjilat dan menghisap, bahkan Kaira tidak memberi kesempatan pria itu memasukan jarinya satupun.

"Ssshhhh sayang, aku sangat ingin memasukimu..." desis Andreas dengan mata tertutup sambil mengigit bibirnya sendiri, KAira mencium bibirnya dan pria itu menumpahkan lahar panas di tangan Kaira.

**

"Pria itu tampan, jika aku jadi dirimu sudah kuhabiskan hartanya" ujar Sheila saat Kaira mengantar Andreas keluar, Andreas meninggalkan kecupan manis pada pipinya. Pria itu pergi dengan senyuman manis.

Siapa menyangka, Andreas adalah seorang pemilik perusahaan besar di kotanya, dan pria itu mendatangi tempat ini hanya untuk Kaira. Kaira menyeringai kecil "Sayangnya aku bukan dirimu... Entahlah, aku belum menemukan pria yang bisa membuatku melakukan segalanya"
"Lalu kau berharap ada laki-laki seperti itu disini ? Disini kita menggunakan perasaan dan bermain cinta, Kaira" ucap Sheila lagi. Kaira tersenyum "Kadangkala aku mengharapkan sesuatu yang sulit, setidaknya aku memiliki alasan"

"Semoga keberuntungan bersamamu" ujar Sheila sebelum gadis itu berlalu, Poppy memanggilnya.

Pikiran Kaira berkecamuk, Sheila benar dalam segala hal dan gadis itu memang cantik. Entah sudah berapa ratus laki-laki yang menggunakan tubuhnya hanya sebagai pemuas nafsu sementara. Kaira bergidik ngeri membayangkan jika ia melakukan hal itu.

Kaira selalu percaya bahwa pelacur sepertinya pun harus memiliki harapan, setidaknya ia tidak harus ditiduri lelaki tua bangka yang memiliki kekerasan dalam melakukan seks.

Ponselnya berdering, panggilan dari nenek George dan ternyata itu sudah panggilan ketiga "Ya, nek. Maaf aku tadi sedang sibuk... Diana... Aku akan segera kesana"

**

Wajah gadis itu pucat pasi, tidak ada yang tahu sudah berapa lama ia pingsan. Jika nenek George tidak datang dan mengantarkan makanan maka Kaira tidak tahu nasib buruk apalagi yang akan menimpanya.

Kaira duduk dengan perasaan takut, ia menggenggam jemari Diana yang dingin dengan harapan agar jari-jarinya yang hangat dapat membangunkan Diana. Tepat sesuai harapan, Diana mengerjapkan matanya dan menemukan Kaira disampingnya "Kak... Maaf" Diana tak mampu menahan cairan panas dimatanya.

"Hey, bodoh. Mengapa kau meminta maaf ? Sudahlah, jangan lakukan drama !" ujar Kaira sekuat tenaga menahan airmatanya juga.

"Apakah anda keluarganya ?"
Kaira menoleh "Ya".
"Bisa bicara diluar sebentar ?" lalu dokter itu keluar, Kaira tersenyum kearah Diana "Aku keluar dulu, mendengarkan dokter itu melakukan drama..." lalu ia tertawa kecil. Diana tersenyum.

Degup jantung Kaira seolah bergemuruh, ia sungguh tidak berharap dokter mengatakan hal buruk tentang kesehatan Diana.

"Fungsi jantungnya sudah sangat lemah, Diana harus melakukan operasi transplantasi jantung secepatnya" Dokter seolah tidak memberikan Kaira kesempatan untuk bernafas lebih dahulu dan langsung mengatakannya.

Seolah bumi runtuh dibawah kakinya, langkah kaki Kaira terhuyung seolah ia sangat membutuhkan pegangan untuk hidup.

"Hati-hati..." ucap seseorang yang dengan cepat menangkap tubuhnya yang hampir roboh, airmata Kaira sudah menetes, ia sungguh tidak tahu harus melakukan apalagi bahkan ia tidak mampu menjawab apa yang dokter katakan padanya.

"Kau baik-baik saja ?" ucap laki-laki itu lagi, Kaira menatapnya dengan tatapan kosong "Aku baik-baik saja, terima kasih" lalu Kaira segera pergi.

Laki-laki dengan perawakan tinggi, rambut hitam serta bewok tebal yang membingkai wajahnya tersenyum tipis kearah Kaira yang berjalan menjauh membelakanginya, seolah itu adalah tatapan rindu namun sang pemilik langkah tidak mengenalnya.

"Maafkan aku..." bisik laki-laki itu dengan suara parau.

BERSAMBUNG

Sincerely, Don Part 1

Rintik hujan membasahi kota itu.
New York dengan segala gemerlapnya seolah mencair, beberapa pub dan tempat hiburan lainnya seolah mati karena beberapa hari ini hujan. Semua bagian terasa dingin, kecuali kamar 507 di hotel Venus.
"Ssshhhhh hmmm" desahan demi desahan berlawanan, yang satu merindukan kenikmatan, yang satu lagi tidak sabar ingin mendapatkan uang.
Hidup ini keras, begitu orang lain mengatakannya.
Tapi tidak bagi Kaira, begitu gadis itu biasa dipanggil.
Sejak ia mengerti bahwa uang bisa melakukan segalanya, maka Kaira melakukan apapun demi mendapatkannya. Apapun, tapi tidak dengan melakukan seks.
"Cukup diam, dan nikmatilah !" desis Kaira setiap kali pria itu mencoba untuk memasukan kejantanannya pada tubuh Kaira, "Aku sudah tidak kuat lagi..." ucap laki-laki itu pelan, wajahnya memancarkan hasrat namun wanita yang sedang bersamanya ini hanya bersedia menghisapnya.
"Aku sudah mengatakannya, jika kau bersedia membayarku maka kau harus bersedia menerima resikonya. Aku tidak akan melakukannya dengan pria bodoh sepertimu !" ujarnya lalu kemudian memasukan kejantanan itu kembali kedalam mulutnya.
Andreas, pria yang sudah lebih dari sebulan mengincar Kaira dan rela memberikan apa saja agar Kaira jadi miliknya, harus menerima kenyataan bahwa Kaira tidak akan pernah jatuh cinta. Didalam hidupnya Kaira hanya memerlukan uang, ia tidak membutuhkan apa-apa lagi.
Ayahnya meninggal sejak ia berusia dua belas tahun, tujuh tahun kemudian ibunya menyusul. Namun, hidup Kaira akan tetap sama meskipun ia memiliki orang tua. Tidak ada yang akan berbeda, ayahnya hobi berjudi dan ibunya melayani laki-laki nakal yang berbeda setiap malamnya. Hidup ini tidak adil baginya, namun setidaknya ia menikmati malam ini.
Andreas menghisapnya dengan kuat, seolah Kaira adalah oksigen untuknya hidup.
"Kau nikmat sekali Kaira, kau basah... biarkan aku memasukimu"
Kaira menggigit kejantanan yang sudah berdiri tegak dan memerah itu "Ahhh apa yang kau lakukan ? Sakit kaira !" desis Andreas dengan wajah merah, ia sedikit meringis karena kejantanannya yang digigit oleh Kaira.
"Aku sudah mengatakannya, diam dan nikmati saja. Atau aku akan menghentikannya"
"Jangan. Jangan lakukan itu Kaira, kumohon... Shhh"
Kaira menghisap kejantanan Andreas sekali lagi, membiarkan lidahnya sesekali bermain pada bola-bolanya dan mengisapnya tanpa ampun. Pria itu menggigit bibirnya sekuat tenaga, menikmati betapa panas bibir Kaira pada setiap inchi tubuhnya.
Andreas tampan, Kaira tidak mau bersikap munafik soal hal itu. Pria berkulit putih dihadapannya ini juga seksi, setiap kalimatnya hampir membuat Kaira lupa diri, jika ia tidak mengingat uang maka Kaira pasti sudah termakan rayuan bodohnya.
"Kaira... aku.... shhhh...."
"Ya, lakukan itu... shhhh"
Andreas menghisap Kaira, entah sudah berapa kali Kaira mengeluarkan cairan itu pada mulutnya, Andreas melahapnya tanpa sisa. "Kaira.... aaaaaaahhhhh"
Kaira melepas kejantanan itu dari mulutnya, tidak ia tidak sebodoh itu untuk menelannya. Pria itu hampir mati menahan napasnya ketika cairan itu menembak keluar dan Kaira merasakan hangat di dadanya.
Andreas memeluknya begitu erat, Kaira membiarkan laki-laki itu terlelap dalam pelukannya.
Tidak lama kemudian napasnya teratur, pria itu benar-benar tidur dalam pelukannya.
BERSAMBUNG