Sunday 2 September 2018

Sincerely, Don Part 2

Kaira Johnson menelusuri jalan setapak, ia hampir pingsan kedinginan karena kopi ditangannya nyaris menjadi es. Percuma, New York sedang tidak bersahabat baik dengannya.
Ia benci hujan, apalagi udara dingin.
Namun ia tidak boleh tinggal saja dirumah, jika ia tidak pergi malam ini maka besok bagian keuangan akan berteriak memanggil namanya karena ia sudah menunda pembayaran semester selama tiga bulan.

Ia harus dapat uang malam ini, meskipun tidak banyak setidaknya ia sudah memiliki uang itu. Ia harus ikut ujian kali ini dan ia sendiri yang harus membayar segalanya.

Biaya kuliah, biaya flat kecil yang ia tempati, biaya obat Diana, dan biaya mereka berdua sehari-hari.

Diana adalah adiknya, sebut saja begitu. Kaira selalu mengatakan hal itu pada semua orang, meskipun secara teknis Diana adalah adik angkatnya. Beberapa teman mengatakan bahwa ayah dan ibunya adalah merupakan pasangan yang tidak sadar bahwa Kaira sudah sangat kesusahan membiayai dirinya sendiri.

Kaira yang baru menginjak usia dua puluh tiga tahun harus dibebani membiayai hidupnya sendiri dan Diana yang sakit-sakitan sejak kecil, sejak ayah mengadopsinya dari rumah sakit tempatnya bekerja.

Dan besok pula adalah ulang tahun Diana, Kaira menantikan hari itu untuk memberikan hadiah pada adik kesayangannya itu namun juga hari yang paling ia takutkan. Tepat dihari ulang tahun Diana dua belas tahun yang lalu ayahnya ditembak mati oleh perampok. Meskipun semua orang mengatakan bahwa ayahnya tidak berguna, Kaira tetap menyayanginya. Ia berpikir jutaan kali untuk membenci ayahnya, dan ia tidak bisa.

Sekitar empat tahun yang lalu salah satu temannya mengatakan bahwa ia bisa menghasilkan uang dengan cara mudah, namun tetap saja itu sulit baginya. Kaira memiliki prinsip kuat untuk tidak menjual tubuhnya begitu saja demi uang, namun semakin lama hal itu dirasa sulit.

Dalam dunia malam, menjadi pelacur saja sudah sulit, banyak gadis yang lebih pintar mencari laki-laki hidung belang untuk tidur dengan mereka namun Kaira hanya menggunakan mulutnya bukan tubuhnya.

Kaira menatap Diana yang sedang terlelap pulas dikamarnya. Beberapa saat kemudian gadis itu terbangun, suara hujan diluar membangunkannya.
"Kau sudah bangun ?"
"Kau baru pulang ? Diluar sangat dingin"
"Ya, ini obatmu."
Diana menatap bungkus plastik obat ditangan Kaira dengan iba.

"Jangan mulai dramamu, minumlah obat ini dan tidur. Bukankah kau mau sembuh ?" desak Kaira dengan nada galak yang dibuat-buat, lalu gadis itu tersenyum teduh kearah Kaira "Kau mau membantuku, bukan ?"
"Ya, suatu saat aku ingin bekerja dan membantumu meringankan beban"
"Minum obat ini dan istirahatlah, itu sudah membantuku" lalu KAira berlalu dari kamar itu.


**

"Kaira, semakin sulit mempertahankanmu disini. Mereka sudah mulai bosan dengan caramu melayani mereka" desak Poppy. Sebut saja ia adalah manager Kaira ditempat itu.

Hotel Venus memiliki 25 lantai, dan disetiap lantai mereka memiliki sepuluh kamar spesial yang menyediakan wanita malam untuk menemani para lelaki hidung belang dan hanya Kaira yang memiliki cara berbeda dalam melayani pria. Beberapa pria mau memakainya karena gadis itu memiliki wajah yang cantik, dengan harapan jika Kaira akan memperbolehkan mereka melakukan hal yang lebih namun Kaira tidak pernah tergoda.

Poppy menatap gadis malang yang duduk tanpa jawaban di hadapannya, "Jika kau mau, mungkin kau bisa keluar dari sini dan hidup lebih dari cukup"
"Bagaimana caranya ?"
"Ada seorang laki-laki mapan yang bersedia membelimu dengan harga tinggi namun dengan syarat yang lumayan berat bagimu..." ujar Poppy lagi. "Bagian wanita disini syarat itu tidak terlalu sulit, aku tidak mengerti ada apa denganmu Kaira" lanjut Poppy lagi.

Kaira terdiam.
Membeli dirinya ? itu berarti Kaira harus bersedia jadi budak pria itu seumur hidup ? Tentu itu hal yang sulit. Bagaimana jika pria itu merupakan pria hidung belang yang memiliki kelainan dalam melakukan hubungan ? Bagaimana jika pria itu kasar ? Jika pria itu sudah membelinya itu berarti Kaira harus melakukan apapun yang diperintahkan padanya ?

"Pikirkanlah lagi, aku memberimu waktu seminggu dan jika kau menolak maka aku tidak memiliki pilihan lain selain membuangmu dari sini"
"Poppy apakah kau tidak bisa..."
"Tidak bisa Kaira, empat tahun sudah cukup kau mengabdi bagai biarawati mempertahankan keperawananmu disini" ujar Poppy dengan cepat.

Ya. Semua orang di tempat itu memberikan predikat biarawati pada Kaira karena gadis itu masih perawan. Poppy memang sudah sangat baik padanya, selama empat tahun Poppy memberikannya kamar spesial dengan bayaran yang cukup untuk menghidupinya dan Diana serta membiayai kuliahnya.

Tapi jika Kaira menolak tawaran itu maka ia harus segera angkat kaki dan menemukan pekerjaan baru. Pekerjaan apalagi ? Pelayan restoran adalah satu-satunya pilihan, ia tidak akan sanggup membiayai kuliahnya apalagi memberli obat Diana.

**

"Kaira... apakah kau akan berubah pikiran jika aku memberikanmu uang lebih ?" Andreas tidak henti-hentinya berceloteh sambil menghisap buah dada Kaira bergantian.

"Sudahlah, pikiranku tidak akan berubah atau aku akan menggigitmu lagi jika kau tidak mau diam !" Kaira mengeratkan genggamannya pada kejantanan Andreas, seolah itu sebuah peringatan berbahaya.

"Suatu saat kau akan bertekuk lutut padaku, kuharap begitu" ucap Andreas lagi, Kaira menghisap kejantanan pria itu tanpa jawaban. Ia hanya mengijinkan Andreas untuk menjilat dan menghisap, bahkan Kaira tidak memberi kesempatan pria itu memasukan jarinya satupun.

"Ssshhhh sayang, aku sangat ingin memasukimu..." desis Andreas dengan mata tertutup sambil mengigit bibirnya sendiri, KAira mencium bibirnya dan pria itu menumpahkan lahar panas di tangan Kaira.

**

"Pria itu tampan, jika aku jadi dirimu sudah kuhabiskan hartanya" ujar Sheila saat Kaira mengantar Andreas keluar, Andreas meninggalkan kecupan manis pada pipinya. Pria itu pergi dengan senyuman manis.

Siapa menyangka, Andreas adalah seorang pemilik perusahaan besar di kotanya, dan pria itu mendatangi tempat ini hanya untuk Kaira. Kaira menyeringai kecil "Sayangnya aku bukan dirimu... Entahlah, aku belum menemukan pria yang bisa membuatku melakukan segalanya"
"Lalu kau berharap ada laki-laki seperti itu disini ? Disini kita menggunakan perasaan dan bermain cinta, Kaira" ucap Sheila lagi. Kaira tersenyum "Kadangkala aku mengharapkan sesuatu yang sulit, setidaknya aku memiliki alasan"

"Semoga keberuntungan bersamamu" ujar Sheila sebelum gadis itu berlalu, Poppy memanggilnya.

Pikiran Kaira berkecamuk, Sheila benar dalam segala hal dan gadis itu memang cantik. Entah sudah berapa ratus laki-laki yang menggunakan tubuhnya hanya sebagai pemuas nafsu sementara. Kaira bergidik ngeri membayangkan jika ia melakukan hal itu.

Kaira selalu percaya bahwa pelacur sepertinya pun harus memiliki harapan, setidaknya ia tidak harus ditiduri lelaki tua bangka yang memiliki kekerasan dalam melakukan seks.

Ponselnya berdering, panggilan dari nenek George dan ternyata itu sudah panggilan ketiga "Ya, nek. Maaf aku tadi sedang sibuk... Diana... Aku akan segera kesana"

**

Wajah gadis itu pucat pasi, tidak ada yang tahu sudah berapa lama ia pingsan. Jika nenek George tidak datang dan mengantarkan makanan maka Kaira tidak tahu nasib buruk apalagi yang akan menimpanya.

Kaira duduk dengan perasaan takut, ia menggenggam jemari Diana yang dingin dengan harapan agar jari-jarinya yang hangat dapat membangunkan Diana. Tepat sesuai harapan, Diana mengerjapkan matanya dan menemukan Kaira disampingnya "Kak... Maaf" Diana tak mampu menahan cairan panas dimatanya.

"Hey, bodoh. Mengapa kau meminta maaf ? Sudahlah, jangan lakukan drama !" ujar Kaira sekuat tenaga menahan airmatanya juga.

"Apakah anda keluarganya ?"
Kaira menoleh "Ya".
"Bisa bicara diluar sebentar ?" lalu dokter itu keluar, Kaira tersenyum kearah Diana "Aku keluar dulu, mendengarkan dokter itu melakukan drama..." lalu ia tertawa kecil. Diana tersenyum.

Degup jantung Kaira seolah bergemuruh, ia sungguh tidak berharap dokter mengatakan hal buruk tentang kesehatan Diana.

"Fungsi jantungnya sudah sangat lemah, Diana harus melakukan operasi transplantasi jantung secepatnya" Dokter seolah tidak memberikan Kaira kesempatan untuk bernafas lebih dahulu dan langsung mengatakannya.

Seolah bumi runtuh dibawah kakinya, langkah kaki Kaira terhuyung seolah ia sangat membutuhkan pegangan untuk hidup.

"Hati-hati..." ucap seseorang yang dengan cepat menangkap tubuhnya yang hampir roboh, airmata Kaira sudah menetes, ia sungguh tidak tahu harus melakukan apalagi bahkan ia tidak mampu menjawab apa yang dokter katakan padanya.

"Kau baik-baik saja ?" ucap laki-laki itu lagi, Kaira menatapnya dengan tatapan kosong "Aku baik-baik saja, terima kasih" lalu Kaira segera pergi.

Laki-laki dengan perawakan tinggi, rambut hitam serta bewok tebal yang membingkai wajahnya tersenyum tipis kearah Kaira yang berjalan menjauh membelakanginya, seolah itu adalah tatapan rindu namun sang pemilik langkah tidak mengenalnya.

"Maafkan aku..." bisik laki-laki itu dengan suara parau.

BERSAMBUNG

No comments:

Post a Comment